Minggu, 18 November 2012

Maniak Belanja ? Yok ke Guang Zhou !!!

Maniak Belanja ? Yok ke Guang Zhou !!!

      Bagi Anda yang hobi belanja, tentu pernah mendengar kota satu ini. Sebagian besar produk pakaian, tas, dan barang lain yang masuk ke Indonesia berasal dari tempat ini. Dengan berbagai fasilitas pendukung yang memadai dan harga murah, cukup pantas jika kota ini dianggap sebagai salah satu surga bagi para penggila belanja.

       Pagi-pagi Saya sudah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, bergegas masuk karena jam 8 pagi pesawat Batavia Air sudah akan take off. Seperti biasa prosedur Bandara, pemeriksaan barang yang tak begitu ketat dan pemeriksaan imigrasi. Tak lama sudah berada di ruang tunggu. Tak ada satu pun orang yang kenal, tak apa. Justru itu tantangannya, disitu indahnya perjalanan.  Life is an adventure.
      Lalu terdengar di pengeras suara, panggilan untuk memasuki pesawat. Syukurlah tepat waktu. Saya pun segera bergegas masuk. Pesawat penuh. Ternyata banyak juga yang akan ke Guang Zhou. Beberapa berbahasa Indonesia, sebagian mandarin, sisanya nggak tahu ngomong apa. Terserahlah...
      Tak lama pesawat berangkat, Pramugari dengan cekatan membagikan makanan. Wah, di pagi hari sudah diberi makanan berat. Nasi dan ayam teriyaki serta buah semangka. Makan besar nih. Padahal waktu belum menunjukkan pukul 9 pagi, sedangkan tadi sebelum berangkat sudah sarapan pagi. Melihat penumpang lain bersemangat menyantap makanan, jadi menular rasa lapar. Mungkin mereka belum sempat sarapan di rumah tadi. Tak apa makan lagi, lauknya terlihat enak. Nanti siang pasti menunya lebih mantap lagi. Sekejap hidangan yang disajikan langsung tandas.
     Penerbangan Jakarta-Guang Zhou direncanakan sekitar 5 jam. Jadi mungkin kami akan tiba jam 1 siang nanti. Untung tadi disediakan koran, lumayan untuk membunuh waktu. Perjalanan kali ini bukanlah jalan-jalan, salah seorang Om ku, adik ayahanda tercinta yang sedang berobat di salah satu rumah sakit di Guang Zhou harus di dampingi tenaga medis jika ingin kembali ke Indonesia.  Guang Zhou adalah sebuah Kota yang terletak di Provinsi Guang Dong, Cina. Disamping kota belanja, kota ini juga dikenal sebagai salah satu kota pusat pengobatan di Cina.
      Begitulah kebijakan Pemerintah China jika pasien yg berobat kesana, dianggap kondisi kesehatannya tidak memenuhi syarat untuk ikut penerbangan. Karena membayar tenaga medis China untuk mengantar ke Indonesia mahalnya luar biasa, saya harus berangkat untuk menjemput Om tercinta.
       Jam di tangan menunjukkan jam 12 saat Pramugari membagikan paket makan siang. Astaga... hanya 2 buah kue kecil dan segelas air mineral.  Tak disangka seperti ini kejadiannya. Melihat menu sarapan tadi, saya mengira akan mendapat menu makan siang porsi Jumbo. Penumpang lain juga tampak saling pandang kebingungan. Ya sudah, karena perut sudah mulai lapar apapun disikat. Jam 1 siang pesawat mendarat di Guang Zhou. Para penumpang berdesakan turun. Tak hanya di Indonesia saja rupanya, dimana-mana penumpang pesawat sepertinya memiliki karakter yang sama. Saat turun dari pesawat mereka selalu bergegas seperti PKL di kejar Pol PP. Entah apa yang diburu,...selalu seperti itu. Padahal, nanti mereka tetap saja harus antri menunggu bagasi. Tanpa bagasi pun, mereka nanti hanya akan cengar cengir mengobrol dengan penjemputnya di luar bandara, ngobrol ngalor ngidul tak tentu arah. Bahkan ada yang duduk santai menunggu datangnya bis bandara. Trus mengapa mereka tadi terburu-buru ya ? Bahkan biasanya saat pesawat belum sungguh-sungguh berhenti, banyak penumpang yang sudah bangkit dari tempat duduknya,-tak hirau dengan pengumuman pramugari untuk tetap duduk dan tidak membuka pintu bagasi- tak sabar berdesakan keluar,seolah takut tidak kebagian zakat. padahal pintu pesawat belum dibuka (jadi mau keluar lewat mana?). Hingga saat ini, tak pernah Saya menemukan jawabannya...
      Mau tak mau, Saya harus mengikuti langkah kaki mereka. Bukan karena terburu-buru. Ini Guang Zhou bung, tak satu huruf pun petunjuk arah di bandara itu yang Saya tahu maksudnya. Saya harus tetap mengikuti rombongan penumpang yang setengah berlari tergesa-gesa. Karena sambil menyeret dua koper ukuran besar (karena ada titipan barang yang harus saya bawa), terpaksa Saya tertinggal dari rombongan. Sejenak kebingungan, Saya terus berjalan dan tak lama akhirnya terlihat antrian orang di depan. Tak salah lagi, itu rombongan penumpang yang sepesawat tadi. Rupanya mereka harus antri dengan manis, diperiksa satu persatu oleh petugas imigrasi China. Setiap orang diperiksa dengan teliti,sehingga perlu waktu lama sekali untuk melalui tahapan ini. Lalu mengapa tadi penumpang terburu-buru ya?...
                
      Di luar pintu bandara, penjemput dari rumah sakit sudah menunggu. Petugas tersebut membawa kertas bertuliskan nama Saya. Untunglah,... kalau dia terlambat, tak terbayang betapa menjemukan suasana menunggu di tempat asing yang penuh tulisan seperti cacing ini.  Saya pun diantar ke bis penjemput bersama beberapa penumpang lain. Ternyata bukan hanya Saya di pesawat tadi yang akan menuju ke rumah sakit itu. Namun karena sama-sama tak tahu, baru saling menyadari saat sudah berada di dalam bis penjemput.
      Bandara Guang Zhou sungguh besar dan cantik. Melihat tempat itu, bandara Soekarno-Hatta -yang selama ini saya anggap sangat besar-  menjadi tampak kecil. Dengan bangunan modern yang megah, ribuan penumpang yang lalu lalang, seperti tak ada apa-apanya dibandingkan kapasitas bandara ini. Ribuan penumpang dari berbagai negara datang dan pergi disini. 
        Perlahan supir bis membawa kami perlahan meninggalkan bandara. Bis dipacu kencang namun stabil, tetap aman dengan kondisi jalan yang lebar dan mulus. Pepohonan hijau di kanan kiri jalan. Teduh dan berdaun unik, jenisnya tak pernah saya lihat di Indonesia. Cuacanya seolah selalu mendung dan gerimis. Dingin sekali... Mungkin seperti di Lembang Bandung atau di Puncak Jawa Barat saat pagi hari. Kota Guang Zhou beriklim subtropis, ini pasti yang menyebabkan vegetasinya berbeda dengan Indonesia. 
     Karena penasaran, saya bertanya kepada penterjemah. Jalan lebar mulus seperti ini -seperti Jalan Tol ukuran jumbo jika di Indonesia- apakah memang bebas biaya? Sejak tadi, tak sekalipun saya melihat Pak Sopir membayar saat berpindah ruas jalan. Sang penterjemah menjelaskan, jalan yang sejak tadi dilalui memang Jalan Tol. Saat pertama dibangun memang kendaraan yang lewat harus membayar,  namun setelah beberapa tahun dan dianggap biaya pembangunan jalan sudah impas (BEP) maka jalan tersebut digratiskan pemakaiannya. Lho, kok bisa begitu ? Kenapa di Indonesia Jalan Tol harus terus membayar? Boro-boro digratiskan, tiap tahun kasak khusuk pengelola Jalan Tol ribut ingin menaikkan tarif, dengan dalih besarnya biaya pemeliharaan(?). Lho, kok di China bisa gratis ?  Bukankah biaya pemeliharaan Jalan Tol bisa didapat dari pajak kendaraan yang tiap tahun kita bayarkan (kalau tiap mobil membayar sekitar 1 juta rupiah, dikali jutaan mobil di Jakarta?). Kan biaya pembuatannya pasti sudah BEP dengan uang yang didapat dari ribuan mobil yang antri setiap hari, di Jalan Tol Jakarta-yang sering macet- tadi? Ini anomali pertama yang saya temui di Negara Tirai Bambu ini. Daripada pusing, Saya nikmati saja pemandangan indah dari kaca bis yang melaju mantap.
      Jalan layang disini tinggi sekali. Kalau dibandingkan dengan gedung disekitarnya, saya hitung kami berkendara setara tingginya gedung 5 lantai. Ternyata memang jalan layangnya berlapis-lapis. Tak heran di lapis teratas, posisinya menjadi tinggi sekali. Saat menikung, disisi kiri kanan jalan dipasang dinding dari bahan plastik tebal. Maksudnya untuk menahan angin, yang memang terlihat kencang di ketinggian ini. Anehnya, saya lihat diflat-flat tinggi, -bahkan hingga lantai tertinggi- masih saja jendelanya diberi teralis seperti penjara. Apakah mungkin ada maling yang memanjat setinggi itu ? Oh mungkin itu untuk pengaman bagi anak-anak penghuni flat, agar jangan sampai jatuh dari jendela.
     Setelah sekitar 1,5 jam perjalanan, bis yang kami tumpangi sampai di rumah sakit yang dituju. Syukurlah perjalanan panjang hari ini berjalan lancar. Saya disambut oleh tante yang telah menunggu, dan kami pun menuju kamar tempat om dirawat. Leganya...Setelah salat dan makan, Saya merebahkan diri (Bersambung...)
      

















Ket: 2 Foto pertama di halaman ini diunduh dari google.    
   
   

1 komentar: