Pulang ke kotamu,
Ada setangkup harus dalam rindu
Masih seperti dulu,
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna...
Tanpa sadar saya langsung bernyanyi. Itulah Jogja. Katanya Jogja terbuat dari pulang dan kangen. Padahal kami bukan orang Jogja. Namun Kota unik ini memang selalu membuat rindu. Entah suasana kotanya, jalan Malioboronya, pasar tradisionalnya, masyarakatnya,kulinernya...entah apanya. Semua berpadu, berharmoni, bagai simponi, memanggil-manggil untuk kembali lagi dan lagi.
Sudah senja saat kami meninggalkan pelataran parkir Candi Borobudur. Hujan. Ditambah rasa lelah. Karena sejak paginya kami sudah puas menikmati wisata Dusun Semilir, Semarang.
Ikut petunjuk google maps, kami melalui jalan-jalan kecil dan persawahan. Mungkin maksudnya agar lebih cepat sampai. Tapi kami memilih untuk balik ke jalan besar. Agar lebih aman dan nyaman. Apalagi membawa keluarga. Lagipula malam malam, tak bisa juga melihat pemandangan sawah.
Karena musim liburan, hotel seputaran Malioboro penuh semua. Hotel-hotel dan penginapan murah yg agak jauh pun sudah tak ada kamar kosong. Beberapa hari sebelumnya kami sudah cari-cari info di youtube tentang penginapan murah meriah, yg sesuai dengan kemampuan kantong. Tapi penginapan murah seperti itu rupanya tak mau dibooking, Langsung datang saja Pak, katanya. Alasannya "high season", permintaan sedang tinggi. Mungkin khawatir kami batal nginap.
Kami biasanya tak pernah pesan kamar jauh-jauh hari, terbiasa dadakan. Begitu sudah dekat tujuan, baru telpon. Malah lebih sering lagi langsung datang ke hotelnya. On site. Namun karena musim liburan,mau coba coba pesan dulu. Eeeh...Ternyata mereka gak mau😃.
Masih hujan saat kami memasuki wilayah kota Jogja. Terlihat ada hotel dengan tampilan depan yg unik, Dermaga Keluarga. Ada potongan kapal laut di bagian depannya. Kami coba bertanya, siapa tahu masih ada kamar. Ternyata tinggal satu, padahal kami butuh dua kamar. Resepsionisnya menawarkan untuk menginap di cabang hotel mereka, di Sonosewu. Tak begitu jauh katanya. Bukan di jalan utama, namun disana masih ada kamar kosong, dengan rate harga setengahnya. Akhirnya kami kesana.
Hotelnya bagus dan bersih. Karena tak di jalan utama, suasana tidak berisik. Malam itu kami istirahat dengan nyaman.
Pagi pagi, saya perlahan mengendarai mobil, keluar cari sarapan, sekalian pingin lihat suasana kota Jogja. Istri dan anak anak masih berbaring di kamar. Mereka mungkin masih lelah setelah kemarin puas. Malioboro masih sepi. Adem. Saya susuri jalanan mengobati kangen, melihat gedung gedung tua dan ruko ruko lama, unik sekali. Sunyi. Belum ada hiruk pikuk. Karena semalam hujan, udara pagi itu segar sekali.
Di alun alun saya berhenti sebentar. Foto-foto. Mumpung masih pagi. Mobil masih bisa berhenti dimana saja, bebas, belum ada kendaraan lain. Spot spot foto tak terhitung, kotanya cantik sekali.
Dekat hotel, saya mampir beli sarapan. Dekat lorong masuk ke rumah Pak Tino Sidin, idola anak anak tahun 80an. Mari menggambar.
Semua sudah sarapan. Istri dan anak anak sudah siap, kami meluncur ke luar hotel. Istri saya ingin ke Kasongan, melihat gerabah. Ternyata lokasinya tak begitu jauh dari hotel.
Sepanjang jalan di Kasongan, berjejer penjual gerabah. Ditata menarik, bikin gemes. Wah sangat menggoda..kita tinggal pilih mau mampir kemana. Guci, kendi, kursi...ada semua. Selain gerabah, kerajinan lain juga banyak. Mulai dari eceng gondok, rotan, hingga kayu. Untuk yg ingin mempermanis tampilan desain interior rumah, tersedia pilihan banyak sekali.
Saya membeli beberapa kendi. Satu untuk saya, beberapa untuk oleh oleh. Sudah lama pingin kendi seperti itu, untuk tempat minum. Dulu sering melihat Pak De minum pakai kendi. Kelihatannya asyik sekali. Airnya sejuk, kata Pak De.
Istri saya membeli mangkok dan beberapa peralatan makan dari gerabah. Sekalian beli tungku juga. Murah. Tadinya pingin beli kursi tamu dari gerabah, satu set dengan meja. Murah juga. Cantik sekali. Tapi karena kami masih akan berpetualang jauh, khawatir pecah di jalan.
Rasanya betah sekali di Kasongan, tapi hari sudah siang. Kami juga pingin ke Kaliurang. Ternyata lokasinya lumayan jauh, ditambah jalan yang mulai macet. Kami mampir dulu untuk salat Jum'at, di Palagan Tentara Pelajar. Sekalian makan siang. Istri dan anak perempuan saya menunggu kami salat di rumah makan nasi uduk belakang masjid, Nasi Uduk Palagan.
Nasi uduk nya enak, pilihan lauknya banyak sekali. Namun harganya mahal banget. Mungkin harusnya kami pesan ramesan, nasi uduk plus lauk. Kalau pesan lauknya terpisah satu satu, ternyata jadi mahal.
Selesai makan kami lanjutkan perjalanan. Google menyarankan lewat jalan kampung, bukan jalan utama, menghindari kepadatan lalu lintas. Asyik sekali melipir melalui kebun dan sawah. Sesekali tampak kebun salak. Jalannya mulus dan sepi.
Udara makin dingin, karena kami di kaki Gunung Merapi. Sejak pandemi, sektor wisata terpukul. Termasuk wisata merapi. Kami putuskan balik ke jalur utama, baru suasana terlihat ramai. Kami bertemu dengan rombongan Jeep wisata. Itu Jeep carteran, disewa untuk paket wisata merapi dengan spot beberapa lokasi. Mobil yg kami pakai double cabin, 4x4. Sudah layak untuk diajak berpetualang, jadi tak perlu menyewa Jeep lagi.
Kami ke Gardu Pandang, pemandangannya memang cantik sekali. Karena cuaca hujan, kami tak bisa ke lokasi lain. Jadi,nikmati saya pemandangan indah disini.
Setelah puas, kami meluncur turun. Hujan masih mengguyur deras. Kali ini kami memilih jalan utama. Dan benar kata google, macet. Di pinggir jalan,terlihat tempat unik, penjualan batik. Kami berhenti, mampir dulu. Sekalian menunggu macet terurai.
Namanya "House of Raminten". Gerbang masuknya unik, seperti Candi. Di dalamnya banyak berbagai pernak pernik, souvenir khas Jogja dan tentunya batik. Ternyata ada rumah makan di bagian dalamnya. Bagus sekali. Kata petugasnya, kadang harus waiting list dulu untuk makan disitu, sangking ramenya. Di waktu tertentu ada pertunjukan seni, gratis. Karena di luar hujan makin deras, kami memilih berlama-lama disana. Duduk santai sambil makan cemilan dan mendengarkan Gending Jawa. Betah.
Setelah salat Zhuhur, kami melanjutkan perjalanan. Hujan tak ada tanda akan reda,jadi kami bisa kemalaman disitu kalau terus menunggu.
Anak-anak ingin ke Mal Malioboro. Ternyata jalan Jogja macet sekali. Banyak sekali perempatan dan lampu merah. Sampai di Malioboro, ternyata sulit masuk parkir mal. Yang ada parkiran liar dengan tarif ajaib. Cuaca hujan, suasana tak nyaman. Akhirnya kami putuskan batal ke Mal.
Di perjalanan kembali ke hotel, kami mampir makan di warung pecel lele. Rame. Rasanya enak. Pas sekali disantap di cuaca dingin. Sesampai di hotel, kami istirahat. Agar segar lagi untuk petualangan esok pagi.
Pagi-pagi kami langsung bergerak keluar hotel, mencari sarapan. Sekalian ingin menikmati Malioboro di waktu pagi. Di pangkal jalan Malioboro, mobil kami parkir. Rupanya disitu memang disiapkan untuk parkir pengunjung Malioboro karena di Malioboro kendaraan tak boleh parkir. Malah diatas jam 6 sore, kendaraan mobil dilarang masuk ke Malioboro.
Dari parkiran kami naik becak. Di plang jalan Malioboro kami berhenti. Foto foto. Katanya Spot wajib wajib jika ke Jogja. Lalu becak berjalan pelan menyusuri Malioboro,kami berhenti lagi di depan pasar Beringharjo. Katanya pasar belum buka, baru ada beberapa pedagang batik yang siap siap membuka toko. Kami beli beberapa baju batik di toko yang baru saja dibuka. Sekadar untuk oleh oleh.
Di depan Pasar Beringharjo ada toko Raminten. Dulu namanya Mirota, setelah terbakar namanya diganti menjadi Raminten. Kami masuk kesitu. Jika ingin berbelanja oleh oleh di Jogja, gak usah repot kemana-mana. Di satu toko Raminten sudah cukup. Lengkap. Banyak pilihan dengan harga bersahabat.
Di samping Pasar Beringharjo banyak berjejer penjual sate. Kami sarapan disitu. Enak sekali. Suasananya juga asyik. Disediakan bangku bangku kecil. Jumlahnya terbatas. Yang belum dapat giliran bisa menunggu sambil berdiri atau duduk duduk dulu di sekitar Malioboro.
Usai sarapan, abang becak mengajak kami lanjut berkeliling ke Toko Bakpia, penjual batik, dan kaos Jogja. Rute wajib abang becak. Karena mereka mendapat persen dari pemilik toko. Usai keliling,kami diantarkan lagi ke mobil.
Dengan mobil kami menuju kraton. Ternyata salah parkir. Kami parkir di Kandang Macan. Pintu masuk kraton ternyata masih jauh. Jadi kami sekeluarga berjalan kaki, menyusuri kampung kampung, menuju pintu masuk kraton. Kampungnya bersih sekali, rumah-rumahnya tua terawat. Asyik sekali. Sesampai di pintu masuk kami membeli tiket, lalu berkeliling menikmati suasana jadoel kraton.
Di dalam kraton, kita bisa melihat berbagai peninggalan Sultan sejak masa pra kemerdekaan. Karena memang kraton Yogya baru dibentuk di masa penjajahan Belanda, tak ada peninggalan kuno yang bisa dilihat. Lebih banyak pernak pernik seperti pakaian, piring-piring era penjajahan. Ada juga beberapa kereta yg dipakai untuk upacara kraton.
Setelah puas berkeliling, kami kembali ke hotel. Check out. Siap- siap melanjutkan petualangan.